Sambungan dari bagian 01
Minggu 24 Agustus 1998,
Hari yang sangat berarti dalam hidupku, kami MENIKAH. Tidak ada orang
yang menyaksikan, tidak ada resepsi, tidak ada tamu, keluarga, saudara,
teman yang yang hadir, hanya aku, Rio dan penghulu. Rio memberiku cincin
10 gr dan seperangkat alat sholat. Kami hanya melakukan ijab qabul dan
kamipun resmi menjadi suami istri.
Hari2ku bersama suami tercinta begitu sangat indah saat itu, ia
membuatku sangat bahagia. Setiap hari ia menjemputku kekampus, pergi
membeli perlengkapan bayi, periksa kehamilan ke RS, dia menemaniku
dengan penuh cinta kasih dan kesabaran yang mendalam. Tidak terasa 10
hari aku bersamanya, diapun harus kembali ke Jakarta. Kembali kami
dipisahkan, sangat berat rasanya bagi kami untuk berpisah tapi keadaan
saat itu yang mengharuskan kami untuk saling berjauhan. Rio-ku berjanji
untuk selalu mengunjungiku setiap bulan untuk menengok keadaanku dan
menemaniku ke RS untuk memeriksa kehamilan. Walaupun sangat berat, aku
harus melepaskan kepulangan Rio-ku.
Kembali aku sendiri. Kujalani aktifitasku seperti biasa. Semakin hari
perutku semakin membesar yang membuatku membatasi kegiatanku karena aku
merasa cepat lelah.
November'98 kehamilanku memasuki bulan ke7.
Bulan yang sangat berat buatku. Kembali aku dihadapkan dengan satu
masalah yang sangat sulit aku pecahkan & sangat sulit dicari jalan
keluarnya. Aku dihadapkan dengan jatuhnya liburan kuliah yang bertepatan
dengan akan menikahnya kakakku. Tidak ada alasanku untuk tidak pulang
ke Jakarta. Sedangkan kondisiku dengan perut yang sudah besar tidak
memungkinkan untuk menemui orang tua dan keluargaku.
Rio kembali ia membuatku tenang, dia datang untuk membuatku tenang,
tegar dan tabah. Dengan menggunakan pesawat, akhirnya aku kembali ke
Jakarta. Kami langsung menuju Cilegon. Dengan keadaan yang sangat
membuatku resah, kami berdua berusaha mencari jalan pemecahannya.
30 November 98.
Kembali aku harus berkorban demi cinta. Bertepatan dengan hari ulang
tahunku yang ke-20, dan kehamilanku yang ke7 bulan, disalah satu RS di
Jakarta aku menjalani oprasi Ceasar. Buah cintakupun lahir, dengan berat
2.95 panjang 48, PEREMPUAN. 6 hari aku dirawat dan akhirnya
diperbolehkan pulang.
Aku, Rio dan buah cinta kami tinggal bersama di Cilegon. Tanpa sanak
saudara dan keluarga yang mengetahuinya. Hari-hari kami kewati bersama,
penuh dengan kebahagiaan. Terpancar dari wajah suami yang sangat aku
cintai sinar kebahagiaan yang begitu besar. "ANDALUSIA" ya itulah nama
indah yang diberikan Rio buat buah cinta kami, nama yang begitu indah
dan penuh pengharapan.
Desember'98.
Kakakku menikah, aku dan Rio kembali ke Jakarta untuk menghadiri
resepsi. Anak kami tinggal bersama pengasuhnya. Ketika aku menemui orang
tuaku, aku dan Rio berakting seakan-akan baru datang dari Semarang dan
akting kami pun berhasil. Dengan berbagai alasan, ku curi-curi waktu
untuk dapat mengunjungi dan melihat anakku. Walau tidak lama aku dapat
melihatnya tapi buatku itu sudah lebih daripada cukup. Saat hari raya
tiba, aku dan Rio seperti main kucing-kucingan dari kelurga kami, kami
saling bergantian menjaga Cia (nama panggilan anak kami).
Januari 1999.
Hari raya telah lewat dan libur kuliahkupun telah usai, saatnya aku
harus kembali ke Semarang untuk melanjutkan study ku. Kembali kami
dihadapkan dengan satu permasalahan baru,
"Siapa yang akan mengurus anak kami?" pertanyaan yang harus mendapat jawaban sesegera mungkin.
Ku putuskan untuk membawa anakku ke Semarang,
"Tapi bagaimana jika tiba-tiba orang tuaku datang?" mau kutitip dimana anakku nanti.
Belum lagi kami mendapat jawaban, datang permasalahan baru, suamiku
tercinta harus segera berangkat ke Jepang untuk urusan kantornya. Panik
sungguh panik kami saat itu.
Aku putuskan untuk mengalah, sekali lagi aku harus berkorban, STUDY ku
harus kukorbankan kali ini. Dengan alasan kembali ke Semarang, aku pamit
kepada kedua orang tuaku. Aku kembali ke Cilegon untuk mengurus anakku
selama kepergian Rio. 3 bulan Rio ditugaskan, berarti 3 bulan aku
meninggalkan kuliahku, 3 bulan aku dan anakku ditinggalkan, tapi aku
rela menjalaninya demi cintaku yang teamat dalam kepada Rio. Dengan
penuh cinta kasih aku merawat buah hatihu sendiri. Rio selalu memantau
kami dari jauh lewat telp. Dalam sehari Rio sangat sering menelpon
walaupun tidak pernah lama, itu karena kesibukaanya yang sangat padat,
namun buatku perhatian yang diberikannya itu sudah lebih dari pada
cukup.
Waktu yang kunanti-nanti akhirnya tiba. Cintaku Rio akhirnya kembali,
kebahagiaanku ahkirnya kembali dengan kembalinya suami tercinta
ditengah-tengah kami. Ntah kenapa aku tidak kuasa untuk kembali ke
Semarang, aku tidak kuasa meninggalkan suami dan anakku yang amat aku
cintai. Tidak terasa hampir 4 bulan aku meninggalkan kuliahku.
Belum lagi sebulan Rio kembali, belum lagi sebulan kami bersama, kembali
aku dikejutkan oleh kabar yang sangat tidak dapat aku terima. Rio
suamiku yang sangat aku cintai dan kasihi harus kembali ke negeri
sakura, dia dimutasi dan akan melanjutkan S3nya disana. Sungguh aku tak
sanggup dan tak kuasa menerima keputusan itu, aku sungguh tidak
percaya..
"Sayang, aku sungguh mencintaimu mel, aku nggak bisa meninggalkan kamu
dan anak kita disini. Kalian harus ikut bersamaku. Aku akan membuka
semua rahasia ini kekeluargamu dan keluargaku, kita akan menikah kembali
secara resmi, kita hadapi segala resikonya bersama ya sayang?"
dipeluknya aku dengan kasih, aku hanya terdiam dan menangis
dipelukannya.
Kembali terulang lagi, situasi yang sangat sulit yang pernah aku alami
sebelumnya. Bagai dipersimpangan jalan yang amat sulit kupilih, orang
tua & study ku atau suami & anakku. Kali ini aku mengambil
keputusan yang salah, yang sangat fatal dalam perjalanan cintaku, yang
hanya bisaku sesali saat ini dan mungkin akan kusesali seumur hidupku.
Aku bersikeras menyelesaikan kuliahku, baru aku akan membuka rahasia ini
kepada orang tuaku, aku sungguh tidak ingin mengecewa mereka. Rio
berusaha meyakiniku, tapi kali ini dia tidak dapat meyakiniku, karena
aku menganggap keputusan yang kuambil adalah yang terbaik. Rio hanya
terdiam, terlihat kekecewaan yang amat mendalam dari pancaran wajahnya.
Mei 99.
Aku putuskan untuk pergi ke Semarang. Bersama suami tercinta, aku
kembali untuk melanjutkan kuliahku. Sepanjang perjalan Rio
berulang-ulang meyakiniku
"Kamu benar-benar yakin atas keputusanmu sayang?" aku hanya mengangguk setiap ia bertannya.
Semalam ia menemaniku dan ia pun kembali ke Cilegon. Pikiranku kembali
buntu, hari-hariku hampa, aku tidak dapat konsentrasi, yang ada hanya
bayangan suami dan anakku. Setiap hari aku hanya dapat menangis dan
menangis. Hanya seminggu aku bertahan sendiri, ku telp orang tuaku untuk
meminta izin kembali keJakarta. Dengan alasan tidak bisa pisah dan
tidak sanggup sendiri. Walaupun dengan rasa kecewa, akhirnya orang tuaku
mengizinkan aku untuk kembali. Orang tuaku memaklumi ketidak betahanku
diSemarang, karena sebelumya memang aku tidak pernah hidup pisah, selain
itu aku adalah anak bungsu dari 5 bersaudara dan aku anak perempuan
satu-satunya.
Pertengahan Mei 99.
2 belahan hatiku Rio dan anakku terbang ke Jepang. Kuantar kepergiannya
dengan air mata, air mata yang terasa sangat perih dan pedih. Rio,
sekali lagi dia memintaku untuk ikut bersama, tapi sungguh bodoh aku
saat itu karena aku menolaknya,
"Rio aku sangat mencintaimu, sungguh aku nggak mau kehilanganmu, aku
nggak mau jauh dari kamu, tapi aku nggak bisa apa-apa. Biar aku
selesaiin kuliahku dulu ya? Aku nggak mau gagal lagi, aku nggak mau
ngecewain orang tuaku untuk kedua kalinya. Setelah selesai aku akan
nyusul kamu dan cia, mudah-mudahan sebelum kuliahku selesai kalian udah
kembali kesini dan kita bisa kumpul lagi"
Air mataku terus mengalir, Rio hanya terdiam. Kudekap Cia erat, kuciumi
dia, air mataku semakin deras mengalir. Siapa sangka itu adalah hari
terakhirku meliahat dan mencium buah hati yang sangat berarti dalam
hidupku. Setelah kepergiannya, hari-hariku kembali hampa dan kosong
seperti kehilangan pegangan hidup. Setiap hari air mataku berjatuhan,
aku hanya bisa memandangi foto kedua belahan hatiku.
Juni'99
Aku didaftarkan disalah satu Akademi Sekertaris di Jakarta, setelah
melalui beberapa tes, akhirnya aku diterima. Ku mulai lembaran baru
dalam perjalanan studyku. Kali ini aku berjanji pada diriku sendiri, aku
harus menyelesaikan kuliahku dengan sungguh-sunguh, aku nggak mau gagal
untuk kedua kalinya.
Hari-hariku mulai sibuk dengan jadwal kuliah yang sangat padat.
Senin-sabtu aku kuliah dari pagi hingga malam baru sampai dirumah
(maklum jarak antara rumah dan kampus terbilang jauh, selatan ke timur).
Tidak terasa kesibukanku membuat hubunganku dengan Rio semakin
merenggang, walaupun tidak terputus. Kami masih berkomunikasi lewat
telp, surat dan internet. Semakin hari waktu kami untuk berkomunikasi
semakin singkat. Dengan didasari rasa cintaku yang mendalam dan
keinginan untuk menyelesaikan kuliahku dengan baik, aku pun benar-benar
dalam belajar.
Tidak terasa 3 tahun telah berlalu.
Jum'at 26 Juli 2002.
Hari terakhirku UAS, ketika akan keluar dari kelas, HPku bunyi 'RIO'menelpon ku, bergegas kuangkat,
"Sayang, aku tunggu digerbang kampus kamu ya?"
Seakan nggak percaya, aku mengok keluar..RIO-ku dia berdiri tepat
didepan gerbang kampus, bergegas aku berlari menghampirinya. Dia
tersenyum melihatku. Nggak perduli banyak orang yang melihat, langsung
ku peluk dia, kembali dibelainya rambutku (kali ini Rio hanya bisa
membelai rambutku yang pendek. Mungkin karena stres rambutku rontok dan
terpaksa aku memotongnya) belaian yang lama tidak aku rasakan, belaian
yang penuh kasih sayang. Dirangkulnya aku menuju mobil.
Sungguh suasana yang tidak pernah aku duga sebelumnya, suasana yang
tegang, kaku, dingin dan penuh tanda tanya. Tidak banyak kata-kata yang
keluar dari mulutnya.
"Bagaimana ujiannya sayang?"
dengan tersenyum aku menjawab "lumayan, mudah2an hasilnya bagus, doain ya".
Dia hanya menganggukan kepala, pandangannya lurus kedepan.
"Kapan kamu dateng?"tanyaku,
"3 hari yang lalu" jawaban yang sangat singkat,
"Kok nggak ngabarin aku sih?" Rio tidak langsung menjawab
"Aku nggak mau ngeganggu konsentrasi kamu"dijawabnya tanpa menoleh kearahku.
"Cia mana? Kamu bawakan dia? Duh aku kangen banget nih. Udah 3 thn aku
nggak ketemu, gimana ya reaksinya kalau ketemu mamanya?" Rio terdiam,
dia sama sekali tidak menjawabku.
Kutatap wajahnya dalam-dalam, dia berusaha menahan air mata yang akan
keluar, semakin aku penasaran, jantungku mulai berdetak kencang
"Sayang, Cia nggak apa-apakan?" Rio menggelengkan kepalanya pelan,
"Jawab dong Rio, ada apa?",
"Dia baik-baik aja, dia ada diJepang"pelan Rio menjawab, aku semakin panik dibuatnya
"Sama siapa dia disana? Kenapa kamu tinggal?"kugoyang-goyang badannya,
"nanti aku jelasin ya" kembali Rio terdian dan terus menatap kedepan.
Senja telah tiba & langitpun mulai terlihat gelap. Diparkirnya mobil
tepat dipinggir pantai. Sepi, suasana sangat sepi saat itu, tidak
banyak orang yang terlihat. Aku dan Rio tidak beranjak dari dalam mobil,
tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami. Rio mulai membalikkan
badannya kearahku, matanya menatapku tajam, tatapan yang membuat aku
jadi binggung. tiba-tiba diraihnya tubuhku, didekapnya aku erat, sangat
erat
"Mel, aku sayang kamu mel, sungguh aku mencintai kamu, maafin aku
sayang. Aku sudah membuat hidup kamu susah, aku manusia yang sungguh
tidak tau diri, tidak tau berterima kasih".
Semakin binggung aku dibuatnya "ada apa Rio? Tolong dijelasin, aku nggak ngerti".
Rio tidak menjawab, air mata yang sedari tadi ditahannya tumpah diatas
bahuku, terasa membasahi baju yang aku kenakan, dia menagis terisak2,
"Mel sungguh aku sayang kamu Mel, aku nggak mau kehilangan kamu, kenapa semua ini harus terjadi Mel? Maafin aku please"
Dekapannya semakin erat, hampir tidak bisa bernafas aku dibuatnya.
Lebih dari setengah jam Rio menangis sambil mendekapku. Berlahan ku
lepaskan dekapannya, matanya yang masih berlinang air mata menatapku
tajam
"Aku sudah nikah Mel"
Bagai disambar petir, bagai tertimpa batu godam, hatiku bagai tertusuk
duri yang teramat tajam, darah ditubuhku berhenti mengalir, mulutku kaku
tidak dapat berkata, tubuhku lemas seketika, aku tidak percaya dengan
kata-kata yang baru saja aku dengar,
"Maafin aku sayang" diraihnya tanganku,
"Gimana dengan anak aku Rio?" air mataku tidak henti2nya berjatuhan.
Rio mulai menceritakannya dari awal hingga akhir, matanya tidak berani
menatapku. Ternyata dia menikah dengan wanita Jepang, teman kuliahnya
sewaktu dia mengambil S2 dulu, mereka bertemu kembali dan wanita itu
yang mengurus segala kebutuhan anakku, mandi, makan, tidur, bermain dan
yang mengurus saat anakku sakit, semua..semuanya dia yang mengurus,
hingga akhirnya kira-kira dua thn yang lalu mereka putuskan untuk
menikah. Dari hasil pernikahannya mereka belum memiliki anak.
Aku tak kuasa mendengar cerita itu, walau beribu pertanyaan yang
bersarang dibenakku tentang wanita itu, tapi tidak satupun yang dapat
aku lontarkan, karena aku yakin hanya akan menambah luka dihatiku. Rio
berusaha meyakiniku kalau anakku baik-baik saja disana. Dikeluarkannya
dompet dari saku belakang celananya, diambilnya sebuah foto dan
diberikan kepadaku. Air mataku semakin deras mengalir, terasa sangat
panas, kulihat anakku sedang tersenyum, dia menggunakan gaun putih
panjang, rambutnya lurus sebahu ..sungguh manis dia, anakku sudah
terlihat besar,
"Dia mirip kamu sayang, mirip banget" aku sama sekali tidak menghiraukan
perkataannya, aku terus menangis memandangi foto anakku.
"Kalo kamu sayang dia, biarkan dia bahagia dengan orang yang selama ini
dianggap sebagai mamanya, karena dia akan sakit kalau dipisahkan, mereka
sudah menyatu Mel",
Spontan kutatap matanya " kamu jahat Rio, kamu tega"
Kembali diraihnya tubuhku, dipeluknya aku
"Suatu saat kamu akan mengerti Mel, disaat yang tepat kamu pasti akan
melihat anak kita. Nanti kamu akan menyadari bahwa bukan aku yang
memisahkan kalian, tapi keadaan".
Kupejamkan mataku, kusadari kebodohanku, aku sadar disaat segalanya
telah terlambat. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi mendengar kabar
Rio dan anakku, Rio benar-benar menghilangkan jejaknya, seakan ditelan
bumi, dia benar-benar menghilang dariku, hilang bersama dengan anakku,
darah dagingku.
Kebencian..kadang aku merasa benci jika mengingat kekasih yang amat aku
cintai telah menghianati cinta suci, tapi rasa benciku tidak sebanding
dengan rasa cintaku yang teramat mendalam, yaah..itulah KEKUATAN CINTA,
kekuatan yang dapat mengalahkan segala-galanya.
Pertahankanlah cinta yang telah kamu miliki, karena sekali salah dalam
mengambil keputusan, cinta itu akan pergi dan mungkin tidak akan pernah
kembali lagi.
Penyesalan ya hanya penyesalan yang akan datang, seperti yang aku alami saat ini dan mungkin seumur hidupku akan aku rasakan.
Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan
membalas cintamu janganlah mengharapkan balasan cinta tapi tunggulah
sampai cinta berkembang dihatinya tetapi jika tidak berbahagialah karena
cinta tumbuh dihatimu berbanggalah karena dicintai tapi berbahagialah
bisa mencintai.
Butuh waktu singkat untuk menyukai seseorang, tapi butuh waktu seumur hidup untuk melupakan orang yang benar-benar kita cintai.
Sebab itu, jangan pernah memulai belajar melupakan tapi mulailah belajar mempertahankan..
Rio cintaku, dimanapun kamu saat ini, seberapun kecewanya aku, aku akan
tetap mencintaimu. Maafkan segala kesalahanku, aku begitu egois,
kesalahan ku sangat fatal, tapi bukan bearti aku tidak mencintaimu.
Telah ku lakukan segalanya demi cintaku padamu, CIA adalah buah dari
cinta kita. Saat-saat bersamamu dan buah cinta kita, adalah saat dimana
aku begitu merasakan kebahagian yang begitu besar, tapi kenapa kamu
begitu teganya memisahkan aku Rio?
Aku hanya mengharapkan keajaiban, keajaiban yang dapat mengembalikan
orang yang sangat aku cintai, kasihi & sayangi, akankah ia datang
untuk kedua kalinya pada ku?
Semoga cerita ini dapat diambil hikmahnya oleh siapapun yang membacanya.. Salam manis, AMELIA..
TAMAT