Waktu di jam
dinding menunjukkan sudah pukul 8.00, namun Azis belum juga datang.
Dalam hati kecilku, Jangan-jangan Azis mau bermalam di kampungnya, aku
tidak mungkin bermalam berdua dengan istrinya di rumah ini. Saya lalu
teriak minta pamit saja dengan alasan nanti besok saja ketemunya, tapi
istri Azis berteriak melarangku dan katanya,
"Tunggu dulu pak, nasi yang saya masak buat bapak sudah matang. Kita
makan bersama saja dulu, siapa tahu setelah makan Azis datang, khan
belum juga larut malam, apalagi kita baru saja ketemu," katanya penuh
harap agar aku tetap menunggu dan mau makan malam bersama di rumahnya.
Tak lama kemudian, iapun keluar memanggilku masuk ke ruang dapur untuk
menikmati hidangan malamnya. Sambil makan, kamipun terlibat pembicaraan
yang santai dan penuh canda, sehingga tanpa terasa saya sempat
menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau tadi saya
bilang sudah kenyang dan baru saja makan di rumah. Malu sendiri rasanya.
"Bapak ini nampaknya masih muda. Mungkin tidak tepat jika aku panggil
bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak, abang atau Mas saja," ucapnya
secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum, sehingga aku tidak sempat
menghabiskan satu gelas karena terasa kenyang sekali. Apalagi saya
mulai terayu atau tersanjung oleh seorang wanita muda yang baru saja
kulihat sepotong tubuhnya yang mulus dan putih? Tidak, saya tidak boleh
berpikir ke sana, apalagi wanita ini adalah istri teman lamaku, bahkan
rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam terhadap wanita lain
sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yang mulai miring. Siapa
tahu ada setan yang memanfaatkannya.
"Bolehlah, apa saja panggilannya terhadapku saya terima semua, asalkan
tidak mengejekku. Hitung-hitung sebagai panggilan adik sendiri," jawabku
memberikan kebebasan.
"Terima kasih Kak atau Mas atas kesediaan dan keterbukaannya" balasnya.
Setelah selesai makan, aku lalu berjalan keluar sambil memandangi
sudut-sudut ruangannya dan aku sempat mengalihkan perhatianku ke dalam
kamar tidurnya di mana aku melihat tubuh terbaring tanpa busana tadi.
Ternyata betul, wanita itulah tadi yang berbaring di atas tempat tidur
itu, yang di depannya ada sebuah TV color kira-kira 21 inc. Jantungku
tiba-tiba berdebar ketika aku melihat sebuah celana color tergeletak di
sudut tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membayangkan kalau wanita
yang baru saja saya temani bicara dan makan bersama itu kemungkinan
besar tidak pakai celana, apalagi yang saya lihat tadi mulai dari
pinggul hingga ujung kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba
buang jauh-jauh biar tidak mengganggu konsentrasiku.
Setelah aku duduk kembali di kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar
suara TV dari dalam, apalagi acaranya kedengaran sekali kalau itu yang
main adalah film Angling Dharma yaitu film kegemaranku. Aku tidak berani
masuk nonton di kamar itu tanpa dipanggil, meskipun aku ingin sekali
nonton film itu. Bersamaan dengan puncak keinginanku, tiba-tiba,
"Kak, suka nggak nonton filmnya Angling Dharma?" teriaknya dari dalam kamar tidurnya.
"Wah, itu film kesukaanku, tapi sayangnya TV-nya dalam kamar," jawabku dengan cepat dan suara agak lantang.
"Masuk saja di sini kak, tidak apa-apa kok, lagi pula kita ini khan
sudah seperti saudara dan sudah saling terbuka" katanya penuh harap.
Lalu saya bangkit dan masuk ke dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk
di pinggir tempat tidur berdampingan dengannya. Aku agak malu dan takut
rasanya, tapi juga mau sekali nonton film itu.
Awalnya kami biasa-biasa saja, hening dan serius nontonnya, tapi baru
sekitar setengah jam acara itu berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk
nonton film dari VCD yang katanya lebih bagus dan lebih seru dari pada
filmnya Angling Dharma, sehingga aku tidak menolaknya dan ingin juga
menyaksikannya. Aku cemas dan khawatir kalau-kalau VCD yang ditawarkan
itu bukan kesukaanku atau bukan yang kuharapkan.
Setelah ia masukkan kasetnya, iapun mundur dan kembali duduk tidak jauh
dari tempat dudukku bahkan terkesan sedikit lebih rapat daripada
sebelumnya. Gambarpun muncul dan terjadi perbincangan yang serius antara
seorang pria dan seorang wanita Barat, sehingga aku tidak tahu maksud
pembicaraan dalam film itu. Baru saja aku bermaksud meminta mengganti
filmnya dengan film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan dalam
layar itu berpelukan dan berciuman, saling mengisap lidah, bercumbu
rayu, menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara perlahan-lahan
saling menelanjangi dan meraba, sampai akhirnya saya menatapnya dengan
tajam sekali secara bergantian menjilati kemaluannya, yang membuat
jantungku berdebar, tongkatku mulai tegang dan membesar, sekujur tubuhku
gemetar dan berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku menoleh ke arah
wanita disampingku yakni istri teman lamaku. Secara bersamaan iapun
sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu mengalihkan pandangannya
ke layar. Tentu aku tidak mampu lagi membendung birahiku sebagai pria
normal, namun aku tetap takut dan malu mengutarakan isi hatiku.
"Mas, pak, suka nggak filmnya? Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,"
tanyanya seolah memancingku ketika aku asyik menikmatinya.
"Iiyah, bolehlah, suka juga, kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?" jawabku sedikit malu tapi mau dan suka sekali.
"Saya dari dulu sejak awal perkawinan kami, memang selalu putar film
seperti itu, karena kami sama-sama menyukainya, lagi pula bisa menambah
gairah sex kami dikala sulit memunculkannya, bahkan dapat menambah
pengalaman berhubungan, syukur-syukur jika sebagian bisa dipraktekkan.
"Sungguh kami ketinggalan. Saya kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan
baru kali ini saya betul-betul bisa menyaksikan dengan tenang dan jelas
film seperti itu. Apalagi istriku tidak suka nonton dan praktekkan
macam-macam seperti di film itu," keteranganku terus terang.
"Tapi kakak suka nonton dan permainan seperti itu khan?" tanyanya lagi.
"Suka sekali dan kelihatannya nikmat sekali yach," kataku secara tegas.
"Jika istri kakak tidak suka dan tidak mau melakukan permainan seperti
itu, bagaimana kalau aku tawarkan kerjasama untuk memperaktekkan hal
seperti itu?" tanya istri teman lamaku secara tegas dan berani padaku
sambil ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku sehingga bisikannya terasa
hangat nafasnya dipipiku.
Tanpa sempat lagi aku berfikir panjang, lalu aku mencoba merangkulnya
sambil menganggukkan kepala pertanda setuju. Wanita itupun membalas
pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi dan bibirku, lalu ia masukkan
lidahnya ke dalam mulutku sambil digerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan,
akupun membalasnya dengan lahap sekali. Aku memulai memasukkan tangan ke
dalam bajunya mencari kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah
tidak mampu lagi menahan birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya
sudah hafal tempatnya dan sudah sering memegangnya. Tapi kali ini,
rasanya lain daripada yang lain, sedikit lebih mulus dan lebih keras
dibanding milik istriku. Entah siapa yang membuka baju yang
dikenakannya, tiba-tiba terbuka dengan lebar sehingga nampak kedua benda
kenyal itu tergantung dengan menantang. Akupun memperaktekkan apa yang
barusan kulihat dalam layar tadi yakni menjilat dan mengisap putingnya
berkali-kali seolah aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Kadang
kugigit sedikit dan kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong
kepalaku sebagai tanda adanya rasa sakit.
Selama hidupku, baru kali ini aku melihat pemandangan yang indah sekali
di antara kedua paha wanita itu. Karena tanpa kesulitan aku membuka
sarung yang dikenakannya, langsung saja jatuh sendiri dan sesuai
dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis kemaluannya sama
sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan vagina wanita itu.
Putih, mulus dan tanpa selembar bulupun tumbuh di atas gundukan itu
membuat aku terpesona melihat dan merabanya, apalagi setelah aku
memberanikan diri membuka kedua bibirnya dengan kedua tanganku, nampak
benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya dengan warna agak
kemerahan. Ingin rasanya aku telan dan makan sekalian, untung bukan
makanan, tapi sempat saya lahap dengan lidahku hingga sedalam-dalamnya
sehingga wanita itu sedikit menjerit dan terengah-engah menahan rasa
nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku menekannya dalam-dalam.
"Kak, aku buka saja semua pakaiannya yah, biar aku lebih leluasa
menikmati seluruh tubuhmu," pintanya sambil membuka satu persatu pakaian
yang kukenakan hingga aku telanjang bulat. Bahkan ia nampaknya lebih
tidak tahan lagi berlama-lama memandangnya. Ia langsung serobot saja dan
menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya lebih lama pada biji
pelerku, sehingga pinggulku bergerak-gerak dibuatnya sebagai tanda
kegelian. Lalu disusul dengan memasukkan penisku ke mulutnya dan
menggocoknya dengan cepat dan berulang-ulang, sampai-sampai terasa
spermaku mau muncrat. Untung saya tarik keluar cepat, lalu membaringkan
ke atas tempat tidurnya dengan kaki tetap menjulang ke lantai biar aku
lebih mudah melihat, dan menjamahnya. Setelah ia terkulai lemas di atas
tempat tidur, akupun mengangkanginya sambil berdiri di depan gundukkan
itu dan perlahan aku masukkan ujung penisku ke dalam vaginanya lalu
menggerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan maju dan mundur, akhirnya dapat
masuk tanpa terlalu kesulitan.
"Dik, model yang bagaimana kita terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yang ada di layar TV tadi," tanyaku berbisik.
"Terserah kak, aku serahkan sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yang
kakak anggap lebih nikmat dan lebih berkesan sepanjang hayat serta
lebih memuaskan kakak," katanya pasrah. Akupun meneruskan posisi tidur
telentang tadi sambil aku berdiri menggocok terus, sehingga menimbulkan
bunyi yang agak menambah gairah sexku.
"Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm.. Teeruus kak, enak sekali, gocok terus kakak,
aku sangat menikmatinya," demikian pintanya sambil terengah dan berdesis
seperti bunyi jangkrik di dalam kamarnya itu.
"Dik, gimana kalau saya berbaring dan adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goyangannya," pintaku padanya.
"Aku ini sudah hampir memuncak dan sudah mulai lemas, tapi kalau itu
permintaan kakak, bolehlah, aku masih bisa bertahan beberapa menit
lagi," jawabnya seolah ingin memuaskanku malam itu.
Tanpa kami rasakan dan pikirkan lagi suaminya kembali malam itu, apalagi
setelah jam menunjukkan pukul 9.30 malam itu, aku terus berusaha
menumpahkan segalanya dan betul-betul ingin menikmati pengalaman
bersejarah ini bersama dengan istri teman lamaku itu. Namun sayangnya,
karena keasyikan dan keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu,
sehingga baru sekitar 3 menit berjalan dengan posisi saya di bawah dan
dia di atas memompa serta menggoyang kiri kanan pinggulnya, akhirnya
spermakupun tumpah dalam rahimnya dan diapun kurasakan bergetar seluruh
tubuhnya pertanda juga memuncak gairah sexnya. Setelah sama-sama puas,
kami saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh dan tidur
terlentang hingga pagi.
Setelah kami terbangun hampir bersamaan di pagi hari, saya langsung
lompat dari tempat tidur, tiba-tiba muncul rasa takut yang mengecam dan
pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Saya
menyesal tapi ada keinginan untuk mengulanginya bersama dengan wanita
itu. Untung malam itu suaminya tidak kembali dan kamipun berusaha masuk
kamar mandi membersihkan diri. Walaupun terasa ada gairah baru lagi
ingin mengulangi di dalam kamar mandi, namun rasa takutku lebih
mengalahkan gairahku sehingga aku mengurungkan niatku itu dan langsung
pamit dan sama-sama berjanji akan mengulanginya jika ada kesempatan.
Saya keluar dari rumah tanpa ada orang lain yang melihatku sehingga saya
yakin tidak ada yang mencurigaiku. Soal istriku di rumah, saya bisa
buat alasan kalau saya ketemu dan bermalam bersama dengan sahabat
lamaku.
TAMAT