Ceritadewasaku.Sextgem.Com Kumpulan Cerita Sex XXX Dewasa 17 Tahun Abg, Tante Girang, Jilbab, Hijab, Perkosaan, Selingkuh, Sedarah, Anak dan Bapak Tiri, Papa dan Anak, Mama dan Anak, Tante dan Ponakan, Mertua, Sepupu, Kakak dan Adik Kandung, Perawan Malam Pertama, Lesian, Homo, Gay, SMP, SMA, Mahasiswi, Pelajar
hi.. hi.. hi, hi..!"
Bidadari itu tertawa lirih kegirangan melihat diriku yang benar-benar
tak berdaya. Tapi tak lama kemudian dengan sedikit kesempatan, ketika
Sang dewi kecantikan itu mulai jongkok lagi, aku berhasil menggigit sisi
sebelah kiri bagian bawah celana dalam Teh Widya. Hal itu membuatnya
tak bisa bediri lagi.
"Tuh, khan kamu memang nakal.. tapi kamu pintar koq.", ujar Teh Widya.
"Lepasin dulu dong gigitan kamu..!"
Aku tak peduli, aku sudah kepalang, aku teris menggigit celana dalamnya.
"OK, deh.., kalo memang itu yang kamu mau..!", kata Teh Widya.
Akhirnya dia berusaha berdiri dengan perlahan sehingga celana dalamnya
mulai terlepas dari selangkangannya. Tampak olehku secara perlahan.
Belahan surgawi yang sangat indah itu membuatku nggak keruan. Setelah
terlepas total, aku menggelengkan kepala ku kekiri untuk membuang celana
dalam itu kesebelah kiri kepalaku. Sejenak Teh Widya
menggoyang-goyangkan pinggulnya dan memamerkan keindahan belahan surga
itu kepadaku. Aku nikmati keindahan itu sambil beberapakali menelan
ludahku. Teh Widya mencukur habis bulu-bulu kemaluannya, dan hanya
menyisakan sedikit bulu-bulu halus yang tumbuh diantara pusar dan
kewanitaannya. Tak lama kemudian Teh Widya berjongkok dan mendekatkan
celah surgawinya ke mulutku. Aku langsung tahu apa yang harus kulakukan.
"Kamu pasti pengen ini khan sayang?", tanya Teh Wid.
Tetapi Teh Widya tidak langsung menempelkan lubang hangatnya ke mulutku
tapi dia hanya bersujug diatas wajahku. Jarinya yang lentik mulai
memainkan barangnya sendiri. Dengan gerakan memutar berulang yang
berulang kali, Teh Widya memainkan wahana surgawinya.
Tangan kanannya membelai rambutku sesekali, sedangkan jari-jemari nya
dengan lincah memainkan kemaluannya yang sudah berubah warna. yang
Asalnya putih mulus, sekarang menjadi merah muda, bagaikan bunga anggrek
yang tumbuh di pagi hari di tempa sinar surya. Benar-benar suatu
pemandangan yang indah. Setelah puas mempermainkan kemaluan bagian
luarnya. Jari telunjuk dan jari tengahnya mulai membuka celah surga itu,
sehingga akhirnya celah itu terbuka dan memperlihatkan penghuni
tunggalnya, sebuah daging kecil yang sudah memerah muncul diantara celah
itu.
"Wid, aku pengen Clit kamu", pintaku.
Teh Widya akhirnya menuruti apa mauku, dia menempelkan kewanitaannya ke
mulutku. Aku jilat dan aku kulum disertai dengan sedikit hisapan di
Clit-nya membuat Teh Widya tergila-gila pada permainan lidahku.
"Oufft, fftt.., ah.., ow..eegghh..!"
"Sayangku.., ahh.., oughh..!"
"Enak sayang.., terus..ahh.!", suara desahan sang bidadari membuatku semakin gila.
Sudah saatnya sekarang aku yang memegang kendali. Aku ingin
memperbudaknya sekarang, karena selama ini aku hanya terikat dan
dijadikan budak olehnya. Aku mengendalikan diriku sesaat, kuhentikan
permainan mulutku.
"Sayangku.., terus donk jangan berhenti..!", Teh Wid mulai heran.
Aku tetap terdiam sambil mengumpulkan tenaga.
Akhirnya dengan sekuat tenaga dan sedikit erangan.., "Iii..Ya..!"
Aku berhasil memutuskan kedua tali yang mengikat tanganku. Teh Widya
tampat terkejut. Aku lemparkan tubuh Teh Widya yang masih mengangkangi
wajahku ke samping sebelah kanan tubuhku. Aku membungkuk dan melepaskan
tali yang mengikat kakiku serta menarik celana dalam disertai celana
jeansku, sehingga aku kembali seperti sedia kala, telanjang dada dengan
celana jeans Levis 501.
"Ampun sayang.., ternyata kamu bisa lepas juga ya..!", kata Teh Widya.
Aku menarik tubuhnya ketengah tempat tidur.
"Sekarang aku yang berkuasa", kataku perlahan sambil merangkak menghampirinya.
"Awas kamu ya..!", kataku.
"Dari tadi kamu terus yang berkuasa, sekarang giliranku", kataku dengan nada sedikit aku buat lebih seram.
"Suka atau tidak suka, kamu harus siap", kataku lagi.
"Ampun, aku minta ampun sayang", kata Teh Widya dengan posisi seperti
yang sedang terpojok dan ketakutan, tapi dari sorot wajahnya aku tahu
sekali bahwa dia sangat menginginkanku saat itu.
"Kamu siap ya, sekarang giliranku", kataku setelah wajah kami saling berdekatan.
"Jangan kasar ya, pelan-pelan aja..!", kata Teh Widya sambil tersenyum.
Kemudian kukecup dengan mesra bibirnya.
Bukan kecupan penuh nafsu, walaupun saat itu aku sudah di kuasai oleh
nafsu setan. Saat itu aku kecup dia seperti kecupan pertama dari seorang
yang sangat mencintai gadisnya.
"Wid, kamu memang cantik sekali", kataku.
"Willy, aku sayang kamu", kata Teh Widya.
Aku kembali mengecup bibirnya dengan mesra, tapi.., Teh Widya mengecupku
dengan penuh nafsu seakan Mbak Wid ingin memakan mulutku dan menelan
kepalaku bulat-bulat. Lidah kami bertemu di dalam dan di luar mulut. Air
ludah nya yang hangat terasa indah sekali membasahi bibirnya, membuatku
seakan ingin terus mengecupnya. Tapi.., ada sesuatu yang menarik
penglihatanku. Dua buah gumpalan daging yang sedikit menyembul dari
balik handuk merah muda itu membuat ku menghentikan kecupanku. Dari sana
aku tatap wajah Teh Widya sesaat, dia hanya menundukan kepalanya saja.
Teh Widya tahu benar apa yang akan aku lakukan terhadapnya, dan
tampaknya dia menyetujuinya.
Aku kembali ke arah dua gumpalan itu, dan diantara gumpalan itu aku
lihat ada sebuah ikatan yang mengikat handuk itu. Aku mengangkat tubuh
Teh Widya untuk membenarkan posisinya. Sekarang Teh Widya terlentang di
atas tempat tidurku. Aku membuka handuk itu dan membuangnya ke lantai.
Dan.., Teh Wid sekarang benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang
pun yang menutupi tubuh surganya. Tubuhnya yang merupakan perpaduan
antara pitih bersinh dan kuning langsat itu membuatku gila memandangnya.
Perutnya yang sangat datar, disertai lekukan otot yang sedikit terlihat
menandakan Teh Wid memang pakarnya menjaga tubuh.
Tanpa pikir panjang lagi, aku tindih tubuh 170 cm itu dan langsung aku
daratkan lidahku tepat di puting susunya yang berwarna merah muda. Aku
putar lidahku di sekitar putingnya, aku permaunkan terus payudara
sempurna itu dengan lidahku. Aku jilat, aku hisap dan kadang ditambah
dengan sedikit gigitan mesra dariku.
"Ahh, sayang.., terus.. offtt..!", desahannya membuatku menikmati sekali hal ini.
Kedua tangannya memegang kiri kanan kepalaku. Teh Widya berusaha menahan
tekanan mulutku ke Payudaranya. Tapi itu semua tidak berpengaruh sama
sekali bagiku untuk menikmati surga yang ada didepanku.
"Willy.., stop sayang, aku nggak kuat lagi..!"
"Aku buka celana kamu ya sayang..!"
Teh Widya mendorongku dan menuntunku berdiri di pinggir tempat tidur.
Dia membuka jeansku dan menurunkan celana dalamku untuk yang kedua
kalinya.
"Eh.., ternyata punyamu sudah tegak juga ya!", kata Teh Widya yang lansung mengulum kontolku.
"Ahhgg.. Wid.., tadi khan udah..!", kataku lirih karena menahan rasa nikmat yang luar biasa.
"Aku pengen lagi..!", Teh Widya berujar sambil kembali meneruskan kulumannya.
Kontolku makin terlihat basah kuyup oleh ludah hangat Teh Widya. Rasa
hangay yang menjalar tubuhku membuat aku sdikit tidak bisa menahan diri.
Ada sesuatu yang mengalir di atas pangkal kontolku. Ada sesuatu yang
ingin aku keluarkan agar kenikmatan ini terus mencapai puncak. Ser..
ser.. ser.., rasa desiran kenimatan itu sedah hampir di puncak, terus
naik..dan terus naik seiring dengan kuluman dan hisapan mulut sang
bidadari ke rudalku.
"Chlok.. chlok.. chok.. chop.. chop..!"
Suara itu.. ah.. suara hisapan mulut Teh Widya ke kontolku membuatku tak tahan lagi.. aku hampir orgasme.. dan..
"Ahh.. udah dulu sayang.. sekarang giliranku ya..!", kataku menghentikan kegiatan Teh Widya.
Sebab kalau tidak tentu saja aku mencapai punckaku lebih dahulu dan
permainan kemungkinan akan selesai. Aku tak mau hal itu terjadi. Aku
masih ingin menikmatinya lebih lama lagi.
"Sini sayang, dudu di pinggir tempat tidur ya..!", kataku.
Setelah duduk di pinggir tempat tidur, dengan kaki yang menjuntai rapat
ke bawah membuatku tang dapat melihat pintu gerbang menuju sorga milik
Teh Widya. Aku bersujud dihadapan kedua kaki panjangnya. Aku perhatikan
lagi.. memang.., Teh Widya memang sempurna.., bahkan jari-jari kakinya
pun bisa membuat aku bergairah. Putih, bersih tanpa cacat sedikitpun.
Perlahan aku renggangkan kedua kakinya. Dan benar saja.., terlihat celah yang baru saja aku lihat tadi.
"Yup.., nggak usah di nanti-nanti..!"
Mulut, lidah, dan bibirku langsung menyeruak masuk ke memeknya.
"Oh.. Willy, tadi khan udah sayang..!", kata Teh Wid sambil menengadahkan kepalaku.
"Aku pengen lagi..!", jawabku sama percis dengan yang tadi Teh Widya katakan.
Setelah aku jawab, Teh Widya dengan sendirinya merebahkan tubuh
semampainya di tempat tidur dan membuka kaki surganya lebar-lebar. Aku
tahan kedia pahanya dengan kedua tanganku. Aku renggangkan sebisa
mungkin kedua kaki Teh Widya yang membuat memeknya melebar kesamping.
"Ah.. memek itu..", pikirku.
Tak ada cacat sama sekali. Walaupun kaki Teh Widya sudah kurenggangkan
semaksimal mungkin, tetapi tetap saja memek Teh Widya masih tetap rapat,
sehingga aku harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan kacang
kenikmatannya.
"Nyam.. nyam.. nyam..!"
Aku bagaikan anjing kelaparan yang sudah seminggu tidak dikasih makan
oleh tuannya, dan sekarang makanan yang paling enak sudah tersedia
didepanku. Tentunya anjing itu akan amat sangat rakus melahap makanan
itu.
"Oghh.., fftt.., ahh.. uhh.. hgg..!", Teh Widya Mendesah hebat seiring
dengan jilatanku dan hisapan mulutku ke klitoris dan daerah sekitar
memeknya itu.
Memeknya mengeluarkan aroma wewangian mawar. Aku tidak berbohong sama
sekali. Sungguh.., memeknya harum seharum mawar.. sekali lagi aku tidak
bohong. Semakin basah memek Teh Wid semakin gila aku mempemainkannya
dan..
"Willy.., sekarang sayang.. sekarang.. aku nggak kuat.. sekarang.. sayang pokoknya sekaraanngg..!", Teh Widya menjerit.
Aku heran kenapa dia menjerit begitu.
"Sekarangg.. aoowww.. aahh.. Willy..!", Jerit Teh Widya.
Aku hanya tersenyum, aku mengerti bahwa Teh Widya mengalami orgasmenya yang pertama.
"Tunggu dulu sayang sebentar.."
Teh Widya menuju ketengah tempat tidur, aku perhatikan apa yang dia mau
lakukan. Teh Widya berbaring dan mengganjalkan kepalanya dengan bantal.
Dia meregangkan dan melipat kakinya. Aku tak tahan lagi, aku hampiri dia
dan..
"Mana punyamu Willy, cepet Masukin ke punyaku..!", kata Teh Widya sambil kedua tangannya memeluk leherku.
Aku memegang kontolku dan mengiringnya kedepan pintu pintu gerbang
menuju surga dunia itu. Kepala kontolku kini menempel pada bibir memek
Teh Widya, aku tekan perlahan, sangat perlahan. Tapi kepala kontolku
sedikit tergelincir. Aku coba lagi, tergelincir lagi. Kadang kesebelah
kiri atau kesebelah kanan memek Teh Widya.
"Wid jangan ditahan donk, susah neh..!", kataku sedikit kesal.
"Aku nggak nahan koq, kamu lihat sendiri aku sudah dalam posisi yang kayak gini..!", katanya.
"Coba terus dong sayang..!", pintanya.
Tapi memang benar pikirku. Posisi kaki Teh Widya yang sudah melebar
semaksimal gitu sudah tidak mungkin lagi memperlebar memeknya. Jadi..,
memeknya memang benar-benar rapat sekali, bagaikan memek perawan. Sekali
lagi aku tidak bohong.
Inilah, kegunaan dari Squat dengan posisi kaki lebar ataupun posisi kaki
rapat yang selalu Teh Wid lakukan di tempat Fitness. Aku lanjutkan
lagi.., Dengan sedikit tenaga tambahan.., Aku genggam penuh kontolku
dengan hanya menyisakan bagian leher dan kepalanya saja. Aku fokuskan
dengan cermat agar kepala kontolku menempel diantara kedua celah memek
Teh Widya. Aku tekan dengan tenaga ekstra tetapi tetap perlahan.
"Sayang.., pelan.. pelan-pelan.. o.. ohh, pelan sayang".
Teh Widya mulai meracau lagi. Perlahan tapi pasti, aku dorong kontolku
menyeruak Masug dianta celah surga yang basah milik Teh Widya. Dan tak
lama kemudian.., "Bleesskk" kepala dan leher kontolku Masuk. Lalu
langsung aku tekan sedalam mungkin sampai pangkal kontolku.
"Aoohh.., Willy.., aahh..!", Teh Widya mendesah bersamaan dengan aku menahan nafasku.
Aku tahan sejenak kontolku didalam memek Teh Widya. Aku tengok sedikit
kebawah ternyata kontolku memang benar-benar habis sampai kepangkalnya,
amblas tak bersisa di telan lorong sempit dan hangat itu.
"Ayo sayang.. lakukan apa yang kamu mau.., aku pasrah sama kamu sayang..!", kata Teh Widya.
Aku tahan dulu agar aku dapat merasakan kehangatan yang melingkupi
rudalku. Teh Widya hanya memandangku dengan wajah ayunya. Kami berdua
terus saling berpandangan.
"Wid.., betapa cantiknya kamu sayang.", bisikku sambil mulai mengangkat
kejantananku perlahan bersamaan dengan mata Teh Widya yang kini terpejam
dan lehernyapun menengadah ke atas.
Aku tarik perlahan sampai sebatas leher kejantananku dan aku tekan lagi
sampai amblas lagi. Terus aku lakukan itu dengan perlahan tetapi
teratur. Aku tarik.., aku tekan.. tarik.. tekan.. terus begitu.
Akurasakan sekali kenikmatan yang tiada tara. Dengan gaya misionaris
begini, membuatku dapat menciumi Teh Widya dari mulai leher, pipi,
teliga, dan bibir. Kami berdua saling menjilat, saling mengulum, saling
mencium dan kadang saling menggigit satu sama lain. Aku terus
menggerakkan pantatku naik turun, sehingga kejantananku tetap keluar
masuk di dalam memek Teh Widya.