Ceritadewasaku.Sextgem.Com Kumpulan Cerita Sex XXX Dewasa 17 Tahun Abg, Tante Girang, Jilbab, Hijab, Perkosaan, Selingkuh, Sedarah, Anak dan Bapak Tiri, Papa dan Anak, Mama dan Anak, Tante dan Ponakan, Mertua, Sepupu, Kakak dan Adik Kandung, Perawan Malam Pertama, Lesian, Homo, Gay, SMP, SMA, Mahasiswi, Pelajar
Pengalaman nyata ini terjadi kurang lebih 19 tahun yang lalu. Panggil
saja aku Wita (nama samaran). Saat itu usiaku 24 tahun dan sudah
mempunyai 2 anak yang masih balita. Untuk mengisi waktu aku bekerja
sebagai salah satu manager pada perusahaan yang berkantor di kawasan
Kebayoran Baru. Banyak orang mengatakan diriku cantik. Dengan tinggi
badan 161 cm, berat badan 48 kg aku masih kelihatan seperti gadis
remaja.
Sejak masih remaja nafsu seksku memang tinggi. Keperawananku telah
direnggut oleh seorang pria mantan pacar pertamaku, saat aku berusia 17
tahun. Semasa pacaran dengan suamiku yang sekarang, sebut saja namanya
Zali, kami berdua telah sering melakukan hubungan seks. Untungnya
hubungan seks yang cukup kami berdua lakukan sebelum menikah itu tidak
sampai membuahkan hasil. Aku bersyukur walau Zali mendapatkan diriku
yang sudah tidak perawan lagi, ia tetap bertanggung jawab menikahiku.
Kecintaan suami terhadap kedua orang tuanya, menyebabkan kami sekeluarga
tinggal di rumah mertua. Di rumah mertua juga masih tinggal empat orang
adik ipar, dimana dua diantaranya adalah adik ipar laki-laki yang sudah
dewasa. Pekerjaan yang digeluti suami, menyebabkan suamiku sering
melakukan tugas dinas ke luar kota.
Suatu hari, sekitar bulan Mei, suamiku mendapat tugas ke daerah untuk
jangka waktu dua bulan. Beberapa hari sebelum keberangkatannya, tanpa
diduga ia bertanya kepadaku, "Mam, seandainya Papa pergi untuk waktu
yang cukup lama, apakah Mama tahan nggak ngeseks?"
Aku terkejut mendengar pertanyaan suamiku itu, "Nggak lah Pap.."
Namun suamiku tetap mendesakku, dan selanjutnya berkata, "Papa nggak
keberatan kok jika Mama mau selingkuh dengan pria lain, asalkan Mama mau
dan pria itu sehat, Papa mengenalnya dan Mama jujur."
Aku menjawab, "Mana mungkin lah Pap, siapa sih yang mau sama aku."
Kemudian suamiku menawarkan beberapa nama antara lain bosku, teman-teman
prianya dan terakhir salah satu adik kandungnya (sebut saja namanya
Ary, usianya lebih muda satu tahun dariku). Walaupun aku mencoba
mengelak untuk menjawabnya, ternyata suamiku tetap merayuku untuk
berselingkuh dengan pria lain. Pada akhirnya ia menawarkan aku untuk
berselingkuh dengan Ary. Terus terang, Ary memang adik iparku yang
paling ganteng bahkan lebih ganteng dari suamiku. Selain itu, Ary sering
membantuku dan dekat dengan kedua anakku. Perasaanku agak berdebar
mendengar tawaran ini dan saat itu pikiranku tergoda dan mengkhayal jika
hal ini benar-benar terjadi.
Kemudian aku mencoba mencari tahu alasan suami menawarkan adiknya, Ary,
sebagai pasangan selingkuhku. Tanpa kuduga dan bak halilintar di tengah
hari bolong, suamiku bercerita bahwa sebelumnya tanpa sepengetahuanku ia
pernah berselingkuh dengan adik kandungku yang berusia 19 tahun saat
adikku tinggal bersama kami di kota M. Pengakuan suamiku itu menimbulkan
kemarahanku. Kuberondong suamiku dengan beberapa pertanyaan, kenapa
tega berbuat itu dan apa alasannya. Dengan memohon maaf dan memohon
pengertianku, suamiku memberikan alasan bahwa hal itu dilakukan selain
karena lupa diri, juga sebenarnya untuk menebus kekecewaannya karena
tidak mendapatkan perawanku pada malam pengantin. Aku mencoba menanggapi
alasannya, "Kenapa Papa dulu mau menikahiku.." Suamiku hanya menjawab
bahwa ia benar-benar mencintaiku. Mendengar alasan tersebut, aku terdiam
dan dapat menerima kenyataan itu, walau yang agak kusesalkan kenapa ia
lakukan dengan adik kandungku. Selanjutnya suamiku berkata, "Itulah Mam
mengapa Papa menawarkan Ary sebagai teman selingkuh Mama, tak lain
sebagai penebus kesalahan Papa dan juga agar skor menjadi 1-1," sambil
ia memeluk dan menciumiku dengan penuh kasih sayang.
Aku mencoba merenung, dan dalam benakku muncul niat untuk melakukannya.
Pertama, jelas aku menuruti harapan suami. Kedua, kenapa kesempatan itu
harus kusia-siakan, karena selain ada ijin dari suami, juga akan ada
pria lain yang mengisi kesepianku, lebih-lebih dapat memenuhi kebutuhan
seksku yang selalu menggebu-gebu dan sangat tinggi. Sempat kubayangkan
wajah Ary yang selama ini kuketahui masih perjaka. Ketampanannya yang
ditunjang oleh fisiknya yang tegap dan gagah. Kubayangkan tentunya akan
sangat membahagiakan diriku. Bermodalkan khayalan ini kuberanikan
berkata kepada suamiku, "Boleh aja Pap, asal Ary mau.." Mendengar
perkataanku tersebut, suamiku langsung memelukku dan akhirnya kami
berdua melanjutkan permainan seks yang sangat memuaskan.
Sehari setelah suamiku berangkat ke luar kota, aku mulai berpikir
mencari strategi bagaimana mendekati Ary. Selain memancing perhatian Ary
di rumah, kutemukan jalan keluar yaitu minta tolong dijemput pulang
dari kantor. Waktu kerja di kantorku dibagi dalam dua shift, yaitu shift
pagi (08:00 - 14:30) dan shift siang (14:30 - 21:00). Rute pengantaran
selalu berganti-ganti, karenanya jika aku mendapat giliran terakhir,
pasti sampai rumah agak terlambat. Hal ini aku keluhkan kepada kedua
mertuaku. Mendengar keluhanku ini, kedua mertuaku menyarankan agar
setiap kali pulang dari dinas siang, tidak perlu ikut mobil antaran,
nanti Ary yang akan disuruh menjemputku. Hatiku begitu gembira mendengar
saran ini, karena inilah yang kutunggu-tunggu untuk lebih dekat pada
Ary. Sampai kedua kali Ary datang menjemputku dengan motornya, sikapnya
padaku masih biasa-biasa saja, walau dalam perjalanan pulang di atas
motor, kupeluk erat-erat pinggangnya dan sekali-kali sengaja kusentuh
penisnya.
Suatu hari, pembantu rumah tanggaku terserang penyakit. Karena aku dinas
siang, mertuaku menyuruhku membawanya ke rumah sakit bersama Ary.
Sambil menunggu giliran pembantuku dipanggil dokter, aku dan Ary
mengobrol. Dalam obrolan itu, Ary menanyakan beberapa hal antara lain
berapa lama suamiku dinas di luar kota, dan apa aku tidak kesepian
ditinggal cukup lama. Pertanyaan terakhir ini cukup mengejutkan diriku,
dan bertanya sendiri dalam hati apa maksudnya. Tanpa sungkan aku
memberanikan diri menjawab untuk memancing reaksinya. "Yakh sudah tentu
kesepian donk Ri, apalagi kalau lama tidak disiram-siram." sambil aku
tersenyum genit. Entah benar-benar lugu atau berpura-pura, Ary
menanggapinya, "Apanya yang disiram-siram.." Kujawab saja, "Masa sih
nggak ngerti, ibarat pohon kalau lama nggak disiram bisa layu kan.." Ary
hanya terdiam dan tidak banyak komentar, namun aku yakin bahwa Ary
tentunya mengerti apa yang kuisyaratkan kepadanya.
Selesai urusan pembantuku, kami semua kembali ke rumah. Seperti biasa
jam 14:00 aku sudah dijemput kendaraan kantor. Sekitar jam 16:00 aku
menerima telepon dari Ary. Selain mengatakan akan menjemputku pulang, ia
juga menyinggung kembali kata-kataku tentang 'siram menyiram'.
Kukatakan padanya, "Coba aja terjemahkan sendiri.." Sambil tertawa di
telepon, Ary berkata, "Iya deh nanti Ary yang siram.."
Tepat jam 21:00, Ary sudah datang menjemputku dengan motornya. Dalam
perjalanan, kutempelkan tubuhku erat-erat dengan melingkarkan tanganku
di pinggangnya. Aku mencoba memancing reaksi Ary dengan menyentuhkan
jari-jari tanganku ke penisnya. Kurasakan penisnya menjadi keras. Saat
berada di depan Taman Ria Remaja Senayan, Ary membelokan motornya masuk.
Aku sedikit kaget, dan mencoba bertanya, "Ri, kok berhenti di sini
sih..?" Ary menjawab, "Nggak apa-apa kan, sekali-kali mampir cuci
pemandangan, sekalian ngobrol lagi soal siram-siraman." Aku mengangguk
dan menjawab, "Iya boleh juga Ri.."
Setelah parkir motor, tanpa sungkan, Ary menggandeng pinggangku sambil
berjalan, dan aku tak merasa risih mendapat perlakuan ini. Setelah
berhenti sebentar membeli dua cup coca cola dan popcorn, sambil
bergandengan aku dibawa Ary ke tempat yang agak gelap dan sepi. Dalam
perjalanan, kulihat beberapa pasangan yang sedang asyik masyuk bercinta,
yang mebuat nafsu seksku naik.
Setelah mendapat tempat yang strategis, tidak ada orang di kiri kanan,
kami berdua duduk bersebelahan dengan rapat. Kemudian Ary membuka
pembicaraan dengan kembali mengulangi pertanyaannya. "Berapa lama Mas
Zali tugas di luar kota.?"
Kujawab, "Yah.. katanya sih dua bulanan, memang kenapa Ri?
"Apa Wita nggak akan kesepian begitu cukup lama ditinggal Mas Zali?" kata Ary.
"Yah tentunya normal dong kesepian, apalagi nggak disiram-siram."
kuulangi jawaban yang sama sambil kupandang wajah Ary dengan ekspresi
menggoda. Tiba-tiba Ary meletakkan tangannya di pundakku dan dengan
beraninya menarik wajahku. Kemudian ia mencium pipi dan melumat bibirku
dengan penuh nafsu. Diriku seperti terbang, kulayani lumatan bibirnya
dengan penuh nafsu pula. Sambil berciuman, dengan lirih Ary bertanya,
"Oh Wita sangat cantik, boleh nggak Ary mengisi kesepian Wita?"
Sebagai jawaban kubisikkan di telinganya, "Oh.. Ri, boleh saja, Wita memang kesepian dan butuh orang yang dapat memuaskan.."
Sambil berciuman, tangan Ary membuka kancing bajuku dan memasukkan
tangannya di balik kutangku sambil meremas-remas buah dadaku dan
memilin-milin puting susuku. Tubuhku menggelinjang menahan rangsangan
tangannya. Kemudian tangannya terus turun ke bawah, dari balik rokku dan
celana dalamku yang sudah basah, ia memasukkan jari-jari tangannya
mempermainkan klitorisku. Nafsuku semakin naik, dengan lirih aku
mengerang, "Oh.. oh Ri, aduh Ary pinter sekali.. oh.. puaskan Wita Ri..
Oh.." Dengan semangat Ary mempermainkan vaginaku sambil kadang-kadang ia
melumat bibirku. Tubuhku terasa terbang menikmati permainan jari-jari
tangannya di vaginaku. Kurasakan satu dan akhirnya dua jari Ary masuk ke
dalam lubang vaginaku. "Oh.. Ri.. aduh.. enaknya Ri.. oh terus Ri.."
aku mengerang menahan kenikmatan. Mendengar eranganku, kedua jari tangan
Ary makin mengocok lubang vaginaku dengan gerakan yang sangat
merangsang. Dan akhirnya, beberapa menit kemudian karena tak tahan, aku
mencapai orgasme. "Oh Ri, aagh.. Wita keluar Ri.." Kujilati seluruh
permukaan wajah Ary dan kulumat bibirnya dengan nafsuku yang masih
tinggi. Ary masih tetap memainkan kedua jarinya di dalam vaginaku.
Begitu hebatnya permainan kedua jari tangan Ary yang menyentuh
daerah-daerah sensitif di dalam lubang vaginaku, membuatku orgasme
sampai tiga kali.
Kelihatannya Ary begitu bernafsu dan saat itu ia mengajakku bersetubuh.
"Wita.. boleh nggak Ary masukkan lontong Ary ke dalam apem Wita?"
Walau aku sebenarnya juga menginginkannya, namun aku khawatir dan sadar
akan bahaya kalau ketahuan satpam Taman Ria. Kujawab saja, "Jangan di
sini Ri, bahaya kalau ketahuan satpam, nanti di rumah saja ya Yang.."
"Benar nih jangan bohong ya.. dan bagaimana caranya?" tanya Ary.
Kujawab saja, "Nanti kamar nggak dikunci, masuk aja Ri, yang penting jangan ketahuan orang rumah."
Akhirnya Ary setuju dengan tawaranku itu. Mengingat waktu sudah
menunjukkan jam 22:10 kami berdua sepakat pulang. Sebelum meninggalkan
tempat, sambil berdiri kami berdua berpelukan erat, saling melumat bibir
dan lidah. Sambil bergandengan mesra, tanpa khawatir kalau ada orang
yang kenal melihatnya, kami berdua berjalan menuju parkir motor. Dalam
perjalanan pulang, kupeluk erat tubuh Ary, sambil jari-jari tangan
kananku membelai dan meremas-remas lontongnya dari balik celananya.