Nama saya Vita. Kisah saya sudah dua yang
dibagi di dalam 17Tahun tetapi diceritakan oleh teman saya si Arthur.
Kisah saya berjudul "Arthur: Ski, Snow & Sex" dan "Arthur: Vita
& Sex Pertama". Kali ini saya ingin membagikan kisah saya secara
tersendiri.
Nama asli saya bukan Vita, tetapi karena Arthur sudah memakai nick name
itu untuk saya, ya saya tetap pakai nama Vita saja. Tinggi saya 168 cm,
putih, rambut sebahu, dan sejak SMP orang-orang bilang saya mirip sekali
dengan peragawati Donna Harun. Awalnya saya bangga dibilang begitu
karena mirip peragawati tetapi lama kelamaan saya menjadi segan.
Pernah bulan lalu, mungkin karena saking miripnya dengan si Donna,
seorang wartawan Infotainment melihat saya sedang Jalan-jalan di Plaza
Senayan dan ia langsung menghampiri saya dan menanyakan sesuatu tentang
fashion. Saya awalnya terheran-heran tetapi langsung saya bilang, "Salah
orang, Mas!" hehehe..
*****
Saya suka sekali masturbasi. Sejak SMP gairah seks saya tinggi sekali.
Tetapi saya bisa meredam gejolak seks saya. Saya dibesarkan di
lingkungan keluarga yang taat beragama. Pertama kali masturbasi terjadi
ketika saya sudah lulus SMP. Waktu itu saya dan teman-teman (laki dan
perempuan) sedang nongkrong di rumah teman setelah seharian mengurus
STTB.
Si Harry datang dan membawa sebuah kaset video porno dan langsung
menyetel film itu di rumah temanku. Kami semua langsung menonton. Saya
sendiri baru pertama kali menonton film porno dan ada perasaan jijik dan
bergairah. Setelah selesai menonton film, kami pun pulang ke rumah.
Karena saya membawa mobil sendiri, saya mengantar Harry dan 3 orang
teman ke halte bis terdekat.
Setiba di rumah, saya memarkir mobil di garasi lalu sebelum keluar dari
mobil perhatian saya tertuju pada kaset video yang tergeletak di jok
mobil bagian belakang. Rupanya kaset itu terjatuh dari tas Harry. Segera
saya masukkan video itu ke tas saya lalu saya langsung masuk kamar.
Saat itu sudah jam 21:30, kedua orang tuaku sudah tidur.
Saya bergegas mandi lalu mengganti baju. Setelah itu dengan deg-degan,
saya memutar film porno itu di kamar saya karena kebetulan saya punya TV
dan video player sendiri. Dengan penuh minat, saya perhatikan
adegan-adegan ML, saya perhatikan bentuk kelamin pria dan wanita. Saya
bisa lebih santai melihatnya dibandingkan tadi sore karena malu apabila
terlihat terlalu serius.
Ada satu adegan dimana si wanita sedang rebahan di tempat tidur dalam
keadaan telanjang. Si wanita memainkan jarinya di selangkangan dan
payudaranya sambil mendesah dengan penuh nikmat. Saya menjadi penasaran
untuk mencoba. Saya selipkan tangan kananku ke dalam celana dalamku lalu
meraba vagina. Saya tidak merasakan kenikmatan. Kemudian saya
perhatikan si wanita itu membuka bibir vaginanya. Saya lalu mencoba
membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu tangan
kiriku mulai mengusap vaginaku. Sontak tubuhku langsung seperti
disetrum.
Saya merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa. Saya mencoba memainkan
klitoris. Saya elus, putar dan pilin. Oh nikmatnya! Nafas saya mulai
mendesah-desah kenikmatan seperti si wanita itu. Akhirnya saya langsung
membuka semua bajuku dan tidur telanjang bulat di tempat tidur. Kembali
tangan kananku memainkan klitoris sedangkan tangan kiriku meremas-remas
payudaraku yang saat itu berukuran 34A. Rasanya seperti mengawang di
surga. Nikmatnya tiada tara.
Saya mulai mempercepat gerakan jariku di klitoris, semakin cepat hingga
akhirnya tubuhku seperti kembali disengat listrik. Tubuhku mengejang.
Ada rasa lega yang tidak bisa saya lukiskan. Vagina dan selangkanganku
basah dengan cairan. Saya merasakan si wanita di film itu juga merasakan
hal yang sama dengan saya. Si wanita itu menjilat jarinya yang basah
oleh cairan dari vaginanya. Saya mencoba menjilat jariku, rasanya
sedikit asin. Setelah masturbasi pertama itu, saya tertidur dengan
nyenyak. Sekitar jam 3 pagi, saya terbangun dan kembali hasrat seks saya
bangkit kembali dan saya kembali bermasturbasi.
Semenjak itu, saya senang sekali bermasturbasi hingga saya pertama kali
ML seperti yang sudah diceritakan dalam "Arthur: Vita & Seks
Pertama". Umumnya saya masturbasi hanya dengan tangan. Saya mencoba
memakai ketimun tetapi kurang bisa saya nikmati karena terasa aneh di
vaginaku.
Pada waktu saya kelas 1 SMA di tahun 1990, ada sebuah long weekend
karena ada hari libur nasional yang jatuh pada hari Sabtu. Orang tua
saya meminta saya untuk menemani mereka ke Singapore untuk check up.
Akhirnya berangkatlah kita bertiga ke Singapore. Kami menginap di hotel
Mandarin dan orang tua saya check up di Rumah Sakit Mount Elizabeth.
Orang tua saya perlu melakukan beberapa tes kesehatan yang bisa memakan
waktu beberapa jam.
Daripada bosan menunggu di rumah sakit, saya minta ijin untuk
Jalan-jalan ke Orchard Road dan nanti janjian ketemu di hotel. Di
sepanjang Orchard Road, saya keluar masuk toko-toko hingga saya
menjumpai sebuah toko kecil yang menjual peralatan-peralatan untuk seks.
Saya baru pertama kali melihat toko itu dan dengan terheran-heran saya
masuk ke dalam.
Berbagai macam kondom dijual dan dipajang di rak-rak. Buku-buku seputar
seks bahkan dildo juga dijual. Dildo adalah penis tiruan terbuat dari
karet yang dipakai wanita untuk masturbasi. Bentuknya bermacam-macam.
Ada dildo yang dibuat mirip sekali dengan penis, ada dildo yang dibuat
berbentuk tabung oval stainless steel, bahkan ada juga dildo yang dibuat
bercabang sehingga si wanita bisa memasukkannya ke dalam vagina dan
anusnya secara bersamaan. Awalnya saya mau nekat membeli dildo yang
bercabang tetapi saya urungkan niat itu dan saya pilih dildo yang mirip
penis asli.
Saya berjalan menuju kasir. Di sebelah saya ada seorang pria tinggi dan
tegap dengan potongan rambut cepak. Ia berkata kepadaku..
"Jangan lupa beli jel pelumas karena nanti bisa lecet" seraya menunjuk ke botol yang dipajang dirak.
Sambil tersenyum malu, saya menghampiri rak botol jel pelumas dan mengambil satu.
"Kamu orang Indonesia ya?" kata pria itu dalam bahasa inggris.
"Iya, kok tau?" saya membalas dengan bahasa inggris.
"Banyak orang Indonesia disini, saya bisa membedakannya. Nama saya Richard Chen"
"Saya Vita"
Richard membayar ke kasir satu kotak kondom lalu saya kemudian membayar
dildo dan botol jel. Selesai membayar, Richard memberikan kartu namanya
padaku dan berkata.
"Kalau anda perlu bantuan dalam memakai barang itu, saya bersedia membantu"
"Nanti saya pikirkan" kata saya sambil menerima kartu namanya. Setelah itu kami berpisah.
Dengan tergesa-gesa saya berjalan kembali ke Hotel Mandarin. Setiba di
kamar (saya tidur di kamar sendiri), saya langsung membuka bungkusan
dildo dan botol jel. Kemudian saya membuka seluruh bajuku dan telanjang
bulat di tempat tidur membaca petunjuk pemakaian yang tertera di kotak
dildo. Saya memperhatikan dengan seksama dildo itu. Memang sangat mirip
dengan penis asli. Bentuknya cukup besar sekitar 30 cm, diameter 4cm dan
berwarna coklat muda. Saya berpikir apakah ini muat dalam vagina saya?
Mari kita coba!
Saya merebahkan diri di tempat tidur lalu membuka lebar kakiku kemudian
dildo saya arahkan ke vaginaku. Tak lupa saya oleskan jel pelumas di
seluruh dildo kemudian saya mulai masukkan dengan perlahan ke vagina.
Awalnya agak seret tetapi dengan sabar saya masukkan hingga mentok
diujung vagina. Setelah itu saya mulai tarik lagi keluar.
Saya menikmati setiap senti dari dildo yang masuk dalam vaginaku. Mataku
terpejam menikmati sensasi ini. Setelah dildonya keluar semua, kembali
saya masukkan dan kali ini lebih cepat. Akhirnya vagina saya sudah
terbiasa dengan dildo itu sehingga saya bisa mengocok dildo dengan
cepat. Nafas saya memburu dengan cepat. Keringat saya mengucur disekujur
tubuhku. Payudara kuremas-remas sembari mengocok dildo di vagina.
Ada sekitar lima menit saya memainkan dildo itu dalam vaginaku hingga
saya orgasme pertama. Setelah itu saya membalikkan badan dalam posisi
menungging dan memasukkan dildo dari arah belakang. Saya melihat
bayangan tubuhku di cermin yang digantung di atas meja. Saya merasa
seksi sekali. Mulutku terbuka lebar dan mataku setengah terpejam
menikmati dildo yang dimasukkan ke vaginaku dari arah belakang.
Saya merapatkan kedua belah kakiku hingga dildo itu rasanya bisa saya
tekan dengan kuat dengan otot selangkanganku. Payudaraku yang
bergelantungan tampak bergoyang-goyang mengikuti irama gerakanku.
Beberapa menit kemudian, kembali saya orgasme. Saya langsung roboh ke
kasur. Tubuhku basah oleh keringat. Cairan vaginaku membasahi sedikit
sprei tempat tidur. Saya beristirahat sejenak sementara dildo itu masih
di dalam vaginaku.
Saya lalu mendapat ide baru. Saya mengeluarkan dildo itu dari vagina
lalu saya mengambil kursi. Kursi itu mempunyai sandaran yang dibuat dari
beberapa kayu yang tegak lurus dan ada jarak dari antara satu kayu ke
kayu lain. Saya selipkan dildo itu di antara kayu itu. Karena ukuran
dildo yang besar, maka dildo itu bisa diselipkan dan tidak bergoyang
sama sekali. Dildo itu mengacung membelakangi kursi. Saya lalu menggeser
kursi itu ke arah meja rias. Lalu saya menungging bertopang pada meja
rias sedangkan vagina kuarahkan pada dildo.
Saya melihat posisiku yang cukup lucu karena saya berada dalam posisi
doggy style dan dildo itu ditopang dalam sandaran kursi. Lalu mulai
kembali saya perlahan memaju mundurkan pantatku. Dildo bisa masuk dengan
baik dan kursinya sendiri tidak bisa bergeser kemana-mana karena
tertahan oleh tempat tidur. Saya mulai mempercepat irama gerakanku.
Gairah seksku seperti tiada hentinya bergelora dalam diriku. Sepertinya
dildo ini bisa memahami keinginan seksku yang tinggi.
Berkali-kali saya hunjamkan dildo itu ke dalam vaginaku. Vaginaku terasa
berdenyut-denyut menerima sensasi seks yang diterima dari dildo itu.
Nafasku tersengal-sengal. Rambutku berantakan dan keringat kembali
bercucuran di dadaku. Saya meremas kedua belah payudaraku dengan gemas
sembari terus memacu vaginaku dalam dildo itu. Saya ingat waktu itu
dalam tempo waktu 15 menit bersetubuh dengan dildo dalam posisi
tersebut, saya orgasme kurang lebih 6 kali.
Akhirnya saya berhenti karena kecapaian. Saya melepaskan dildo itu dari
vaginaku dan mencopotnya dari sandaran kursi. Saya membaringkan tubuhku
yang lunglai di tempat tidur lalu tertidur selama 1 jam. Begitu
terbangun, saya langsung buru-buru membereskan kamarku dan membuang
bungkusan dildo dan jel pelumas. Dildo itu sendiri saya cuci lalu saya
bungkus didalam kaos beserta botol jel pelumas supaya tidak ketahuan
ibuku.
Saya melihat kartu nama si Richard di tasku. Sempat terlintas ide untuk
menelepon dia dan siapa tahu bisa diajak bersetubuh. Tetapi saya
urungkan niat itu karena beresiko tinggi ketahuan orang tua. Lagipula
saat ini saya sedang senang bermain-main dengan dildo baruku.
Hingga sekarang, saya sudah memiliki tiga buah dildo. Yang pertama
adalah dildo pertama yang saya beli di Singapore, kemudian dildo yang
model bercabang dan ketiga dildo yang bisa bergetar sendiri memakai
baterai. Kedua dildo itu saya beli di Amerika.
TAMAT