Mbak Ira Suster Cantikku
Cerita ini terjadi beberapa tahun yang
lalu, dimana saat itu saya sedang dirawat di rumah sakit untuk beberapa
hari. Saya masih duduk di kelas 2 SMA pada saat itu. Dan dalam urusan
asmara, khususnya "bercinta" saya sama sekali belum memiliki pengalaman
berarti. Saya tidak tahu bagaimana memulai cerita ini, karena semuanya
terjadi begitu saja. Tanpa kusadari, ini adalah awal dari semua
pengalaman asmaraku sampai dengan saat ini.
Sebut saja nama wanita itu Ira, karena jujur saja saya tidak tahu siapa
namanya. Ira adalah seorang suster rumah sakit dimana saya dirawat.
Karena terjangkit gejala pengakit hepatitis, saya harus dirawat di Rumah
sakit selama beberapa hari. Selama itu juga Ira setiap saat selalu
melayani dan merawatku dengan baik. Orang tuaku terlalu sibuk dengan
usaha pertokoan keluarga kami, sehingga selama dirumah sakit, saya lebih
banyak menghabiskan waktu seorang diri, atau kalau pas kebetulan
teman-temanku datang membesukku saja.
Yang kuingat, hari itu saya sudah mulai merasa agak baikkan. Saya mulai
dapat duduk dari tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri.
Padahal sebelumnya, jangankan untuk berdiri, untuk membalikkan tubuh
pada saat tidurpun rasanya sangat berat dan lemah sekali. Siang itu
udara terasa agak panas, dan pengap. Sekalipun ruang kamarku ber AC, dan
cukup luas untuk diriku seorang diri. Namun, saya benar-benar merasa
pengap dan sekujur tubuhku rasanya lengket. Yah, saya memang sudah
beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum mengijinkan aku untuk
mandi sampai demamku benar-benar turun.
Akhirnya saya menekan bel yang berada disamping tempat tidurku untuk
memanggil suster. Tidak lama kemudian, suster Ira yang kuanggap paling
cantik dan paling baik dimataku itu masuk ke kamarku.
"Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali.
Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku
membuat saya dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan
menggiurkan.
"Eh, ini Mbak. Saya merasa tubuhku lengket semua, mungkin karena cuaca
hari ini panas banget dan sudah lama saya tidak mandi. Jadi saya mau
tanya, apakah saya sudah boleh mandi hari ini mbak?", tanyaku sambil
menjelaskan panjang lebar.
Saya memang senang berbincang dengan suster cantik yang satu ini. Dia
masih muda, paling tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu.
Wajahnya yang khas itupun terlihat sangat cantik, seperti orang India
kalau dilihat sekilas.
"Oh, begitu. Tapi saya tidak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak
musti tanya dulu sama Pak dokter apa adik sudah boleh dimandiin apa
belum", jelasnya ramah.
Mendengar kalimatnya untuk "memandikan", saya merasa darahku seolah
berdesir keatas otak semua. Pikiran kotorku membayangkan seandainya
benar Mbak Ira mau memandikan dan menggosok-gosok sekujur tubuhku. Tanpa
sadar saya terbengong sejenak, dan batang kontolku berdiri dibalik
celana pasien rumah sakit yang tipis itu.
"Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-ngga ya. hi hi hi".
Mbak Ira ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang
harus kuakui sempat mengeras sekali tadi. Saya cuma tersenyum menahan
malu dan menutup bagian bawah tubuhku dengan selimut.
"Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku sambil melihat senyumannya yang semakin manis itu.
"Hmm, kalau memang kamu mau merasa gerah karena badan terasa lengket
Mbak bisa mandiin kamu, kan itu sudah kewajiban Mbak kerja disini. Tapi
Mbak bener-bener ngga berani kalau Pak dokter belum mengijinkannya",
lanjut Mbak Ira lagi seolah memancing gairahku.
"Ngga apa-apa kok mbak, saya tahu Mbak ngga boleh sembarangan ambil
keputusa" jawabku serius, saya tidak mau terlihat "nakal" dihadapan
suster cantik ini. Lagi pula saya belum pengalaman dalam soal memikat
wanita.
Suster Ira masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian
dia mengambil bedak Purol yang ada diatas meja disamping tempat tidurku.
"Dik, Mbak bedakin aja yah biar ngga gerah dan terasa lengket",
lanjutnya sambil membuka tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya
dengan bedak.
Saya tidak bisa menjawab, jantungku rasanya berdebar kencang. Tahu-tahu,
dia sudah membuka kancing pakaianku dan menyingkap bajuku. Saya tidak
menolak, karena dibedakin juga bisa membantu menghilangkan rasa gerah
pikirku saat itu. Mbak Ira kemudian menyuruhku membalikkan badan,
sehingga sekarang saya dalam keadaan tengkurap diatas tempat tidur.
Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk
dan halus sekali. Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit,
memang sudah lama saya tidak membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun
melakukan onani sebagaimana biasanya saya lakukan dirumah dalam keadaan
sehat. Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh tubuhku
sendiri yang dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan
kontolku di permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada
Mbak Ira saat ini. fantasiku melayang jauh, apalagi sesekali tangannya
yang mungil itu meremas pundakku seperti sedang memijat. Terasa ada
cairan bening mengalir dari ujung kontolku karena terangsang.
Beberapa saat kemudian Mbak Ira menyuruhku membalikkan badan. Saya
merasa canggung bukan main, karena takut dia kembali melihat kontolku
yang ereksi.
"Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, sayapun membalikkan tubuhku.
Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya
dapat kurasakan hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba
menekan perasaan dan pikiran kotorku dengan memejamkan mata.
Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat
mungkin agar tidak berdegup terlalu kencang. Saya benar-benar terangsang
sekali, apalagi saat beberapa kali telapak tangannya menyentuh
putingku.
"Ahh, geli dan enak banget", pikirku.
"Wah, kok jadi keras ya? he he he", saya kaget mendengar ucapannya ini.
"Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?"
Mendengar ucapannya yang begitu vulgar, saya benar-benar terangsang.
Kontolku langsung berdiri kembali bahkan lebih keras dari sebelumnya.
Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa, cuma berharap dia tidak melihat
kearah kontolku. Saya cuma tersenyum dan tidak bicara apa-apa. Ternyata
Mbak Ira semakin berani, dia sekarang bukan lagi membedaki tubuhku,
melainkan memainkan putingku dengan jari telunjuknya. Diputar-putar dan
sesekali dicubitnya putingku.
"Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu.
"Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini", lanjutnya sambil melepas jari-jari nakalnya.
Saya benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi saya
ingin terus di"kerjain" oleh Mbak Ira, satu sisi saya merasa malu dan
takut ketahuan orang lain yang mungkin saja tiba-tiba masuk.
"Dik Iwan sudah punya pacar?", tanya Mbak Ira kepadaku.
"Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan berbicara.
"Dik Iwan, pernah main sama cewek ngga?", tanyanya lagi.
"Belum mbak" jawabku lagi.
"hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil.
Aduh pikirku, betapa bodohnya saya bisa sampai terjebak olehnya.
Memangnya "main" apaan yang saya pikirkan barusan. Pasti dia berpikir
saya benar-benar "nakal" pikirku saat itu.
"Pantes deh, de Iwan dari tadi Mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Iwan mau main-main sama Mbak ya?
Wow, nafsuku langsung bergolak. Saya cuma terbengong-bengong. Belum
sempat saya menjawab, Mbak Ira sudah memulai aksinya. Dicumbuinya
dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya putingku. Terasa sejuk dan geli
sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil memainkan
putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya.
"Ahh, geli Mbak"m rintihku keenakan.
Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya
saya cuma diam saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat saya mulai
berani membalas ciumannya. Saat lidahnya memaksa masuk dan menggelitik
langit-langit mulutku, terasa sangat geli dan enak, kubalas dengan
memelintir lidahnya dengan lidahku. Kuhisap lidahnya dalam-dalam dan
mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali saya mendorong lidahku
kedalam mulutnya dan terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu.
Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya yang montok itu. Namun,
saat saya mencoba menyingkap rok seragam susternya itu, dia melepaskan
diri.
"Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bisa gawat", katanya.
Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menuntunku turun dari tempat
tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi yang terletak disudut kamar.
Di dalam kamar mandi, dikuncinya pintu kamar mandi. Kemudian dia
menghidupkan kran bak mandi sehingga suara deru air agak merisik dalam
ruang kecil itu. Tangannya dengan tangkas menanggalkan semua pakaian dan
celanaku sampai saya telangjang bulat. Kemudian dia sendiripun melepas
topi susternya, digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa
kancing seragamnya sehingga saya sekarang dapat melihat bentuk sempurna
payudaranya yang kuning langsat dibalik Bra-nya yang berwarna hitam.
Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini lebih panas dan bernafsu.
Saya belum pernah berciuman dengan wanita, namun Mbak Ira benar-benar
pintar membimbingku. Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari
darinya dalam berciuman. Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang
berdiri tegak kudekatkan kepahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak
sekali. Tanganku pun makin nekat meremas dan membuka Bra-nya. Kini dia
sudah bertelanjang dada dihadapanku, kuciumi puting susunya, kuhisap dan
memainkannya dengan lidah dan sesekali menggigitnya.
"Yes, enak.. ouh geli Wan, ah.. kamu pinter banget sih", desahnya seolah
geram sambil meremas rambutku dan membenamkannya ke dadanya.
Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak saya
dibuatnya. Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat.
Saya pun melepas kulumanku di putingnya, kini kududuk diatas closet
sambil membiarkan Mbak Ira memainkan kontolku dengan tangannya. Dia
jongkok mengahadap selangkanganku, dikocoknya kontolku pelan-pelan
dengan kedua tangannya.
"Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh.. ahh..", desahku menahan agar tidak menyemburkan maniku cepat-cepat.
Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang kulihat
dia mulai menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri,
digosok-gosoknya tangannya ke arah memeknya sendiri. Melihat aksinya itu
saya benar-benar terangsang sekali. Kujulurkan kakiku dan ikut
memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata dia tidak mengelak,
dia malah melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas posisi
kakiku.
Kami saling melayani, tangannya mengocok kontolku pelan sambil
melumurinya dengan ludahnya sehingga makin licin dan basah, sementara
saya sibuk menggelitik memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu keriting itu
dengan kakiku. Terasa basah dan sedikit becek, padahal saya cuma
menggosok-gosok saja dengan jempol kaki.
"Yes.. ah.. nakal banget kamu Wan.. em, em, eh.. enak banget", desahnya keras.
Namun suara cipratan air bak begitu keras sehingga saya tidak khawatir
didengar orang. Saya juga membalas desahannya dengan keras juga.
"Mbak Ira, sedotin kontol saya dong.. please.. saya kepingin banget",
pintaku karena mem